Mengenal Wuku: Apa Sih Artinya? Panduan Lengkap Buat Pemula!

Table of Contents

Wuku adalah bagian penting dari sistem penanggalan Jawa atau kalender Jawa. Penanggalan ini berbeda dengan kalender Masehi yang kita gunakan sehari-hari. Kalender Jawa menggabungkan peredaran matahari dan bulan, serta siklus-siklus khusus yang kaya makna simbolis, salah satunya adalah siklus Wuku ini.

Secara sederhana, Wuku adalah periode waktu dalam kalender Jawa yang berlangsung selama tujuh hari. Ada total 30 Wuku yang saling berurutan, membentuk satu siklus lengkap selama 30 x 7 = 210 hari. Siklus 210 hari ini dikenal sebagai Pawukon. Jadi, ketika seseorang menyebutkan “Wuku”, ia merujuk pada salah satu dari 30 nama periode mingguan dalam kalender Jawa.

System of Javanese calendar Wuku
Image just for illustration

Sistem Wuku ini sudah ada sejak lama dan dipercaya memiliki kaitan erat dengan perhitungan pranata mangsa (sistem penanggalan untuk pertanian) serta digunakan untuk menentukan hari baik atau buruk dalam tradisi Jawa. Setiap Wuku memiliki nama, karakteristik, dewa pelindung, pohon dan hewan simbolis, serta perhitungan khusus yang memengaruhi watak atau energi pada periode tujuh hari tersebut.

Mengenal 30 Nama Wuku dalam Pawukon

Siklus Pawukon terdiri dari 30 Wuku yang berurutan. Setiap Wuku memiliki nama yang unik, dan nama-nama ini seringkali diasosiasikan dengan kisah mitologis atau tokoh-tokoh tertentu. Berikut adalah daftar ke-30 nama Wuku secara berurutan:

  1. Sinta
  2. Landep
  3. Wukir
  4. Kurantil
  5. Tolu
  6. Gumbreg
  7. Warigalit
  8. Wariagung
  9. Julungwangi
  10. Sungsang
  11. Galungan
  12. Kuningan
  13. Langkir
  14. Mandrake
  15. Julungpujut
  16. Pahang
  17. Kuruwelut
  18. Marakeh
  19. Tambir
  20. Medangkungan
  21. Maktal
  22. Wuye
  23. Manahil
  24. Prangbakat
  25. Bala
  26. Wugu
  27. Wayang
  28. Kulawu
  29. Dukut
  30. Watugunung

Setelah Wuku Watugunung selesai, siklus akan kembali lagi ke Wuku Sinta. Perputaran ini berlangsung terus menerus. Penting untuk diingat bahwa setiap Wuku selalu berumur 7 hari, tidak kurang dan tidak lebih.

Asal-usul dan Makna Simbolis Wuku

Sistem Wuku diperkirakan sudah ada sejak abad ke-8 Masehi, jauh sebelum masuknya Islam ke tanah Jawa. Akarnya kuat dalam tradisi Hindu-Buddha Jawa kuno. Salah satu mitos yang paling terkenal terkait asal-usul Wuku adalah kisah Prabu Watugunung dari Kerajaan Gilingwesi dan Dewi Sinta beserta putra-putranya.

Konon, Prabu Watugunung menikahi Dewi Sinta, yang ternyata adalah ibu kandungnya sendiri yang terpisah sejak lama. Ketika mengetahui kebenaran ini, Prabu Watugunung marah dan berani melawan para dewa di kahyangan. Dalam pertempuran itu, Prabu Watugunung gugur. Untuk mengenang peristiwa tersebut dan putra-putra Prabu Watugunung serta tokoh-tokoh lain yang terlibat, diciptakanlah nama-nama 30 Wuku. Nama-nama Wuku pertama, Sinta, dan Wuku terakhir, Watugunung, jelas merujuk pada mitos ini.

Setiap Wuku tidak hanya sekadar nama periode waktu, tetapi juga sarat makna simbolis yang diyakini memengaruhi energi hari-hari di dalamnya. Simbolisme ini tergambar melalui beberapa elemen yang menyertai setiap Wuku:

  • Dewa Pelindung (Dewa/Dewi): Setiap Wuku memiliki dewa atau dewi yang melindunginya. Karakteristik dewa ini konon memengaruhi watak Wuku tersebut. Misalnya, ada Wuku yang dinaungi Batara Indra (simbol kemakmuran), Batara Guru (simbol kebijaksanaan), Batara Yama (simbol hukum/kematian), dan sebagainya.
  • Pohon Simbolis: Setiap Wuku juga dikaitkan dengan pohon tertentu yang melambangkan sesuatu. Misalnya, pohon beringin (simbol perlindungan), pohon nagasari (simbol kemuliaan), pohon cemara (simbol keteguhan), dan lain-lain.
  • Hewan Simbolis: Hewan yang diasosiasikan dengan Wuku juga membawa makna. Ada yang dilambangkan dengan ayam (simbol pekerja keras), naga (simbol kekuatan besar), macan (simbol keberanian), dan sebagainya.
  • Bangunan Simbolis: Kadang juga ada bangunan atau objek lain seperti lumbung, pendapa, atau sumur yang ikut disimbolkan.

Kombinasi dari dewa, pohon, hewan, dan objek simbolis inilah yang kemudian diinterpretasikan untuk mengetahui watak atau karakteristik umum dari periode Wuku tersebut. Interpretasi ini penting dalam menentukan hari baik atau buruk.

Watak dan Pengaruh Setiap Wuku

Memahami watak setiap Wuku adalah kunci dalam penggunaan praktis kalender Pawukon. Setiap Wuku memiliki energi yang berbeda-beda, ada yang dianggap baik untuk memulai sesuatu, ada yang kurang baik untuk bepergian, ada pula yang cocok untuk urusan spiritual. Watak ini dipengaruhi oleh kombinasi dewa, pohon, hewan, dan elemen lain yang menyertainya.

Misalnya:

  • Wuku Sinta: Dinaungi Batara Yamadipati, dilambangkan dengan pohon Sindur dan burung gagak. Konon wataknya tidak sabaran, sering terburu-buru, tapi juga cerdas. Hari-hari dalam Wuku ini sering dianggap kurang baik untuk memulai proyek besar yang butuh kesabaran.
  • Wuku Landep: Dinaungi Batara Brahma, dilambangkan dengan pohon Kendhali dan ayam hutan. Wataknya tajam, kuat, gigih. Wuku ini sering dianggap baik untuk mengasah benda tajam atau memulai sesuatu yang butuh ketajaman pikiran/tindakan.
  • Wuku Galungan: Dinaungi Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih, dilambangkan dengan pohon Tanganan dan burung Merak. Wataknya luruh, tenang, suka akan keindahan. Wuku ini jatuh bersamaan dengan hari raya Galungan bagi umat Hindu Bali, menunjukkan keterkaitan akar budaya.
  • Wuku Kuningan: Dinaungi Batara Indra, dilambangkan dengan pohon Rimbi dan burung Urang-aring. Wataknya sugih, makmur, tapi juga cenderung boros. Wuku ini jatuh setelah Galungan dan juga penting dalam kalender Bali (Hari Raya Kuningan).
  • Wuku Watugunung: Dinaungi Batara Anantaboga, dilambangkan dengan pohon Wijayakusuma dan naga. Wataknya besar, kuat, tapi juga rawan bencana atau masalah besar. Wuku terakhir ini sering dianggap sebagai puncak sekaligus akhir dari siklus, dan seringkali mengandung hari-hari yang perlu diwaspadai.

Setiap Wuku memiliki deskripsi watak yang lebih rinci, termasuk sifat baik (becik) dan sifat kurang baik (ala). Mempelajari semua 30 Wuku secara mendalam memang membutuhkan waktu dan referensi, seperti primbon Jawa.

Menentukan Hari Baik dan Buruk (Dina Ala/Becik) Berdasarkan Wuku

Salah satu fungsi utama dari sistem Wuku dalam tradisi Jawa adalah untuk menentukan hari baik (dina becik) dan hari buruk (dina ala) untuk berbagai keperluan. Setiap Wuku memiliki hari-hari tertentu yang dianggap keramat atau pantangan (dina alangan) serta hari-hari yang dianggap sangat baik.

Penentuan hari baik dan buruk ini sangat kompleks karena tidak hanya melihat Wuku-nya saja, tetapi juga dikombinasikan dengan sistem penanggalan lain, yaitu:

  • Saptawara: Sistem 7 hari (Minggu/Radite, Senin/Soma, Selasa/Anggara, Rabu/Buda, Kamis/Respati, Jumat/Sukra, Sabtu/Tumpek/Saniscara).
  • Pancawara: Sistem 5 hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).

Kombinasi Saptawara dan Pancawara menghasilkan siklus 35 hari yang dikenal sebagai dina pitu dina lima. Siklus Wuku (210 hari) adalah kelipatan dari siklus 35 hari ini (210 = 6 x 35).

Dalam setiap Wuku (7 hari), ada hari-hari tertentu yang memiliki nilai khusus, baik itu baik atau buruk, tergantung pada hitungan pancasuda (nilai hari berdasarkan neptu), dino ringkel jalmo, dino samparwangke, dan berbagai perhitungan lain yang sangat rumit.

Contoh penggunaan:

  • Jika seseorang ingin mengadakan acara penting seperti pernikahan atau pindah rumah, ia akan melihat Wuku yang sedang berjalan dan mencari hari becik dalam Wuku tersebut.
  • Jika ada keperluan mendesak untuk bepergian jauh, ia akan memeriksa apakah hari keberangkatan jatuh pada hari ala dalam Wuku atau tidak.
  • Bahkan untuk urusan pertanian, menentukan hari menanam atau memanen bisa mempertimbangkan Wuku agar hasilnya baik.

Beberapa contoh hari yang sering dianggap ala dalam Wuku tertentu:

  • Dino Catur Winasa: Hari keempat dalam Wuku yang konon kurang baik.
  • Dino Gedhong Menga: Hari kelima dalam Wuku (dalam Wuku tertentu) yang dianggap baik untuk urusan rezeki, tapi kurang baik untuk kesehatan.
  • Dino Kala Wuku: Hari-hari yang secara spesifik dihitung sebagai pantangan dalam Wuku tertentu berdasarkan posisi Kala (representasi waktu yang kurang baik) dalam gambar Pawukon.

Setiap Wuku memiliki perhitungan hari ala dan becik yang spesifik. Misalnya, dalam Wuku Sinta, hari ala-nya jatuh pada hari Minggu Legi. Dalam Wuku Landep, hari ala-nya jatuh pada hari Senin Pahing, dan seterusnya. Pengetahuan ini biasanya diwariskan secara turun-temurun atau dicatat dalam kitab primbon.

Interaksi Wuku dengan Siklus Lain

Kekayaan kalender Jawa terletak pada interaksi berbagai siklusnya. Wuku (siklus 210 hari) berinteraksi dengan Saptawara (siklus 7 hari) dan Pancawara (siklus 5 hari). Kombinasi ketiga siklus ini menciptakan hari-hari yang sangat spesifik dan unik, misalnya “Senin Legi dalam Wuku Sinta” atau “Jumat Kliwon dalam Wuku Wayang”.

Siklus 35 hari (Saptawara x Pancawara) merupakan ‘bingkai’ mikro di dalam siklus 210 hari Wuku. Setiap 35 hari, kombinasi hari dan pasaran akan berulang, tetapi Wuku-nya sudah berganti.

  • Minggu Legi: Kembali setiap 35 hari.
  • Minggu Pahing: Kembali setiap 35 hari.
  • Sabtu Kliwon: Kembali setiap 35 hari.

Dalam satu siklus Wuku (210 hari), setiap kombinasi hari dan pasaran akan muncul sebanyak 210 / 35 = 6 kali. Namun, Wuku-nya selalu berbeda. Jadi, kombinasi “Minggu Legi” akan muncul 6 kali dalam satu siklus Pawukon 210 hari, tetapi setiap kali muncul akan berada dalam Wuku yang berbeda.

Misalnya:

  • Minggu Legi pertama dalam siklus 210 hari mungkin jatuh pada Wuku Sinta (dan ini adalah hari ala dalam Wuku Sinta).
  • 35 hari kemudian, Minggu Legi kembali, tapi sudah berada di Wuku Gumbreg.
  • 35 hari kemudian, Minggu Legi kembali, tapi sudah berada di Wuku Mandrake.
  • dan seterusnya, hingga 6 kali kemunculan dalam 210 hari, masing-masing pada Wuku yang berbeda.

Kerumitan ini menunjukkan betapa mendalamnya perhitungan kalender Jawa dan betapa pentingnya Wuku sebagai salah satu lapis penanggalan yang memberikan makna dan karakteristik pada setiap periode waktu.

Wuku dalam Kehidupan Modern

Meskipun kalender Masehi adalah penanggalan resmi yang digunakan di Indonesia, sistem Wuku dan Pawukon masih relevan bagi sebagian masyarakat Jawa, terutama yang memegang teguh tradisi. Pengetahuan tentang Wuku masih digunakan untuk berbagai keperluan, seperti:

  • Menentukan hari pernikahan: Masih banyak keluarga yang berkonsultasi dengan ahli penanggalan Jawa untuk mencari hari baik berdasarkan Wuku, weton (kombinasi hari dan pasaran lahir), dan perhitungan lainnya.
  • Menentukan hari pindah rumah atau membuka usaha: Dipercaya pemilihan hari yang tepat berdasarkan Wuku dan weton bisa membawa keberuntungan dan kelancaran.
  • Bertani: Beberapa petani tradisional masih menggunakan pranata mangsa yang berkaitan dengan Wuku untuk menentukan waktu tanam dan panen yang optimal.
  • Ritual dan upacara adat: Banyak upacara adat Jawa yang pelaksanaannya terikat pada siklus Wuku tertentu.
  • Mencari barang hilang: Dalam tradisi Jawa, ada perhitungan Wuku dan weton saat barang hilang yang konon bisa memberikan petunjuk arah atau ciri-ciri pelaku.

Bagi sebagian orang, pengetahuan tentang Wuku juga menjadi bagian dari upaya melestarikan warisan budaya leluhur yang kaya akan filosofi dan kearifan lokal. Saat ini, informasi mengenai Wuku dan perhitungannya semakin mudah diakses melalui aplikasi kalender Jawa digital atau website khusus.

Fakta Menarik Seputar Wuku

  • Siklus Wuku 210 hari sama persis dengan siklus Oton atau Wetonan dalam tradisi Bali, yang juga merupakan perayaan ulang tahun berdasarkan kombinasi Saptawara dan Pancawara. Ini menunjukkan adanya akar budaya yang sama atau pengaruh kuat antara Jawa dan Bali di masa lalu.
  • Nama-nama Wuku banyak yang diasosiasikan dengan tokoh atau peristiwa dari mitos Prabu Watugunung, menunjukkan narasi yang kuat mendasari penamaan Wuku.
  • Setiap Wuku memiliki gambar simbolik yang disebut Pawukon (atau Petungan), berupa ilustrasi yang menggambarkan dewa, pohon, hewan, dan posisi Kala Wuku untuk Wuku tersebut. Gambar-gambar ini biasanya ditemukan dalam kalender Jawa tradisional atau primbon.
  • Konsep Wuku tidak hanya sekadar hari baik/buruk, tetapi juga memberikan watak pada periode 7 hari tersebut, memengaruhi energi alam dan manusia di dalamnya.

Memahami Wuku membuka jendela ke dalam kekayaan filosofi Jawa tentang waktu dan hubungannya dengan alam semesta serta kehidupan manusia. Ini adalah sistem penanggalan yang tidak hanya menghitung hari, tetapi juga memberikan makna dan panduan dalam menjalani kehidupan.

Nah, itu dia penjelasan singkat tentang apa yang dimaksud dengan Wuku dalam kalender Jawa. Sistem ini memang kompleks, tapi sarat makna dan masih relevan bagi banyak orang yang ingin terhubung dengan tradisi leluhur.

Bagaimana menurutmu? Apakah kamu punya pengalaman menggunakan perhitungan Wuku atau mengetahui cerita menarik lainnya tentang Wuku? Yuk, share di kolom komentar!

Posting Komentar