Rhesus Positif & Negatif: Apa Artinya Buat Kesehatanmu? Yuk, Kenali!

Table of Contents

Pernah dengar tentang Rhesus positif atau negatif? Istilah ini sering muncul saat kita bicara soal donor darah, transfusi, atau yang paling sering, kehamilan. Nah, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan Rhesus ini? Mari kita bedah pelan-pelan biar makin paham.

Secara sederhana, Rhesus atau faktor Rh adalah salah satu sistem golongan darah yang paling penting selain sistem ABO (yang memunculkan golongan darah A, B, AB, dan O). Faktor Rh ini mengacu pada adanya protein spesifik, yang disebut antigen D, pada permukaan sel darah merah kita. Keberadaan antigen D inilah yang menentukan apakah seseorang memiliki Rh positif atau negatif.

Rhesus blood type illustration
Image just for illustration

Apa Bedanya Rhesus Positif dan Negatif?

Perbedaannya sangat mendasar, yaitu soal keberadaan antigen D.

  • Rhesus Positif (Rh+): Seseorang dikatakan memiliki Rh positif jika sel darah merahnya memiliki antigen D pada permukaannya. Ini adalah kondisi yang paling umum di sebagian besar populasi dunia. Jadi, kalau dicek darah dan hasilnya Rh+, itu artinya ada protein Rh di sel darah merahmu.
  • Rhesus Negatif (Rh-): Seseorang dikatakan memiliki Rh negatif jika sel darah merahnya tidak memiliki antigen D pada permukaannya. Kondisi ini kurang umum dibandingkan Rh positif. Kalau hasil tes menunjukkan Rh-, berarti sel darah merahmu ‘kosong’ dari antigen D ini.

Penting untuk diingat, status Rhesus (positif atau negatif) ini diwariskan dari orang tua, sama seperti golongan darah ABO. Ini ditentukan oleh gen yang kamu dapatkan.

Mengapa Status Rhesus Penting?

Mengetahui status Rhesus kita sangat krusial dalam beberapa situasi medis. Ini bukan sekadar informasi pelengkap, tapi bisa berdampak besar pada kesehatan kita atau bahkan calon anak kita.

1. Transfusi Darah

Ini adalah salah satu alasan utama kenapa status Rhesus harus diketahui. Saat seseorang membutuhkan transfusi darah, penting untuk memastikan bahwa darah yang diterima sesuai dengan status Rhesus penerima.

  • Jika kamu Rh positif, kamu umumnya bisa menerima darah dari donor yang Rh positif atau Rh negatif. Sel darah merah Rh+ memiliki antigen D, jadi tubuhmu sudah terbiasa dan tidak akan bereaksi terhadap antigen D pada darah donor.
  • Namun, jika kamu Rh negatif, ini jadi sensitif. Kamu sebaiknya hanya menerima darah dari donor yang Rh negatif. Kenapa? Karena jika kamu menerima darah Rh positif (yang punya antigen D), tubuhmu yang Rh negatif akan menganggap antigen D itu sebagai ‘benda asing’.

Saat tubuh yang Rh- terpapar darah Rh+ (misalnya lewat transfusi pertama), sistem kekebalan tubuhnya akan mulai memproduksi antibodi terhadap antigen D. Proses ini disebut sensitisasi. Pada paparan berikutnya dengan darah Rh+, antibodi yang sudah terbentuk akan menyerang sel darah merah donor, menyebabkan reaksi transfusi yang serius dan berbahaya.

2. Kehamilan dan Rhesus Inkompatibilitas

Ini adalah situasi paling sering dibicarakan terkait Rhesus negatif, dan merupakan alasan medis paling penting untuk mengetahuinya, terutama bagi para calon ibu. Masalah bisa muncul jika ibu memiliki Rhesus negatif dan bayi yang dikandung memiliki Rhesus positif.

Bagaimana bayi bisa punya Rh positif kalau ibunya Rh negatif? Ingat, status Rhesus diturunkan dari orang tua. Jika ayah bayi memiliki Rh positif (baik murni Rh+/Rh+ atau campuran Rh+/Rh-), ada kemungkinan besar bayi akan mewarisi status Rh positif darinya.

Dalam kondisi normal, darah ibu dan bayi tidak bercampur selama kehamilan. Tapi, ada momen-momen tertentu di mana sedikit sel darah merah bayi bisa masuk ke aliran darah ibu. Ini bisa terjadi saat persalinan (yang paling umum), saat keguguran, saat prosedur medis seperti amniosentesis atau chorionic villus sampling (CVS), atau bahkan kadang-kadang selama kehamilan itu sendiri (misalnya akibat trauma ringan).

Saat sel darah merah bayi yang Rh+ masuk ke tubuh ibu yang Rh-, tubuh ibu akan mengenali antigen D pada sel darah merah bayi sebagai ‘benda asing’. Sama seperti pada transfusi, tubuh ibu kemudian akan memproduksi antibodi anti-D. Proses ini lagi-lagi disebut sensitisasi.

Parahnya, antibodi ini tidak langsung terbentuk banyak pada paparan pertama. Artinya, biasanya kehamilan pertama dengan bayi Rh+ tidak terlalu bermasalah karena tubuh ibu belum punya banyak antibodi. Masalah besar muncul pada kehamilan berikutnya dengan bayi Rh+ lagi.

Pada kehamilan kedua (atau berikutnya) dengan bayi Rh+, antibodi anti-D yang sudah terbentuk di tubuh ibu akan menyeberangi plasenta dan menyerang sel darah merah bayi. Sel darah merah bayi yang diserang ini akan hancur, menyebabkan kondisi yang disebut Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) atau penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (dulu sering disebut Erythroblastosis fetalis).

Dampak Rhesus Inkompatibilitas pada Bayi

Ketika sel darah merah bayi dihancurkan oleh antibodi ibu, ini bisa menimbulkan berbagai masalah serius bagi bayi, mulai dari ringan hingga mengancam jiwa:

  • Anemia: Karena sel darah merah hancur, bayi kekurangan sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen.
  • Ikterus (Kuning): Penghancuran sel darah merah menghasilkan bilirubin. Hati bayi mungkin belum bisa mengatasi jumlah bilirubin yang terlalu banyak, menyebabkan kulit dan mata bayi menguning parah (ikterus). Bilirubin tinggi yang tidak terkontrol bisa menyebabkan kerusakan otak permanen (kernicterus).
  • Hidrops fetalis: Pada kasus yang parah, penghancuran sel darah merah yang masif bisa menyebabkan anemia parah, gagal jantung, pembengkakan hebat pada tubuh bayi (edema), dan penumpukan cairan di organ-organ penting. Kondisi ini seringkali fatal.
  • Masalah lain: Pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali).

Intinya: Rhesus inkompatibilitas adalah masalah serius yang bisa dicegah, tapi jika terjadi dan tidak ditangani, dampaknya pada bayi bisa sangat berbahaya. Inilah kenapa skrining status Rhesus pada ibu hamil sangat penting.

Mencegah Rhesus Inkompatibilitas: Solusi Anti-D

Kabar baiknya, risiko Rhesus inkompatibilitas ini sangat bisa dicegah berkat kemajuan medis. Caranya adalah dengan memberikan suntikan imunoglobulin anti-D (sering juga disebut RhoGAM atau Rhophylac) kepada ibu hamil yang memiliki Rhesus negatif.

Suntikan anti-D ini mengandung antibodi anti-D yang sudah jadi. Saat disuntikkan, antibodi ini akan menghancurkan sel darah merah bayi Rh+ yang mungkin sudah masuk ke dalam aliran darah ibu sebelum tubuh ibu sendiri sempat membuat antibodi dalam jumlah banyak.

Kapan suntikan anti-D diberikan?

  • Secara rutin: Biasanya diberikan pada sekitar minggu ke-28 kehamilan. Ini adalah dosis pencegahan rutin.
  • Setelah persalinan: Jika bayi lahir dengan status Rh positif, ibu yang Rh negatif akan diberikan suntikan anti-D lagi dalam waktu 72 jam setelah melahirkan. Ini untuk mencegah sensitisasi dari paparan sel darah merah bayi dalam jumlah besar selama proses persalinan.
  • Setelah prosedur atau kejadian yang berisiko: Suntikan anti-D juga diberikan jika ada risiko sel darah merah bayi masuk ke aliran darah ibu, misalnya setelah keguguran, aborsi, kehamilan ektopik, amniosentesis, CVS, perdarahan selama kehamilan, atau trauma perut.

Dengan pemberian suntikan anti-D yang tepat waktu, risiko ibu Rh negatif mengembangkan antibodi berbahaya terhadap bayi Rh positifnya bisa ditekan sangat drastis. Ini adalah salah satu keberhasilan besar dalam kedokteran kebidanan.

Bagaimana Cara Mengetahui Status Rhesus Kita?

Mengetahui status Rhesus itu gampang kok. Cukup dengan tes darah sederhana. Sampel darah akan diambil dan dianalisis di laboratorium untuk mendeteksi keberadaan antigen D pada sel darah merahmu. Hasilnya akan keluar dalam waktu singkat dan kamu akan tahu apakah kamu Rh positif atau Rh negatif.

Tes ini biasanya sudah jadi pemeriksaan rutin saat donor darah atau saat pertama kali memeriksakan kehamilan. Jadi, kalau kamu belum tahu status Rhesusmu, jangan ragu untuk memintanya saat cek darah berikutnya, terutama jika kamu seorang perempuan dan berencana untuk hamil di masa depan.

Prevalensi Rhesus di Dunia

Status Rhesus ini tidak sama di semua populasi. Ada perbedaan genetik antar kelompok etnis yang memengaruhi seberapa umum Rh positif atau negatif.

  • Di populasi Kaukasia (Eropa), sekitar 85% orang adalah Rh positif, dan sekitar 15% adalah Rh negatif. Ini adalah proporsi di mana Rh negatif relatif paling umum.
  • Di populasi Afrika, Asia, dan Pribumi Amerika, angka Rh positif jauh lebih tinggi, seringkali di atas 95%. Status Rh negatif cukup jarang ditemukan pada populasi ini.

Perbedaan prevalensi ini menjelaskan mengapa Rhesus inkompatibilitas dulunya menjadi masalah kesehatan yang sangat signifikan di negara-negara dengan populasi Kaukasia yang besar, sebelum penemuan dan penerapan suntikan anti-D.

Fakta Menarik Seputar Rhesus

  • Nama “Rhesus” berasal dari monyet Rhesus (Macaca mulatta). Antigen D pertama kali ditemukan pada monyet ini sebelum diidentifikasi pada manusia oleh Karl Landsteiner dan Alexander Wiener pada tahun 1940. Ini adalah lanjutan dari kerja Landsteiner sebelumnya yang menemukan sistem golongan darah ABO (yang membuatnya mendapat Nobel).
  • Sistem Rhesus sebenarnya lebih kompleks dari sekadar antigen D. Ada lebih dari 50 antigen Rhesus lain yang sudah diidentifikasi (seperti C, c, E, e, dll.), tapi antigen D adalah yang paling imunogenik (paling mungkin memicu respons imun) dan paling penting secara klinis, makanya yang sering dibicarakan hanya Rh positif/negatif berdasarkan keberadaan D.
  • Ada kondisi yang sangat langka di mana seseorang memiliki status Rh null. Artinya, mereka sama sekali tidak memiliki antigen Rhesus apa pun di sel darah merah mereka. Darah mereka sering disebut sebagai “golden blood” karena sangat langka dan hanya bisa ditransfusikan kepada sesama Rh null (atau kadang-kadang penerima Rh negatif tertentu, tergantung subtipe antigen Rhesus mereka).

Tips dan Panduan Terkait Status Rhesus

  1. Ketahui Status Rhesusmu: Kalau kamu belum tahu, segera lakukan tes darah. Informasi ini penting untuk catatan kesehatan pribadimu.
  2. Beritahu Petugas Medis: Saat berobat, donor darah, atau terutama saat hamil, selalu informasikan status Rhesusmu kepada dokter, perawat, atau petugas bank darah.
  3. Ibu Hamil Rh Negatif, Waspada!: Jika kamu Rh negatif, segera konsultasikan dengan dokter kandungan. Pastikan kamu mendapatkan skrining yang tepat, termasuk tes darah untuk melihat apakah kamu sudah pernah mengembangkan antibodi anti-D. Rencanakan pemberian suntikan anti-D sesuai jadwal yang direkomendasikan dokter.
  4. Diskusikan dengan Pasangan: Bagi pasangan yang berencana punya anak, mengetahui status Rhesus masing-masing bisa membantu dokter memprediksi risiko Rhesus inkompatibilitas dan merencanakan penanganan jika diperlukan. (Jika ibu Rh-, dan ayah Rh+, risiko ada. Jika ayah Rh-, risiko hampir tidak ada karena bayi pasti akan Rh- juga).

Memahami apa itu Rhesus positif dan negatif memang sedikit lebih detail dari sekadar A, B, AB, atau O. Tapi, pengetahuan ini sangat berharga, terutama jika menyangkut transfusi darah atau kehamilan. Dengan skrining dan penanganan yang tepat, risiko-risiko serius yang terkait dengan Rhesus inkompatibilitas bisa dihindari demi kesehatan ibu dan bayi.

Nah, sekarang sudah lebih jelas kan soal Rhesus ini? Mungkin ada pengalaman pribadi atau pertanyaan lain terkait Rhesus yang ingin kamu bagikan atau tanyakan?

Yuk, ceritakan pengalamanmu atau tinggalkan pertanyaanmu di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar