Mengenal Ajaran Tauhid: Apa Sih Intinya? Panduan Mudah Buat Pemula!

Table of Contents

Ajaran Tauhid adalah inti dari seluruh ajaran Islam. Ia merupakan fondasi utama yang membedakan Islam dengan sistem kepercayaan lainnya. Secara sederhana, Tauhid adalah konsep keesaan Allah SWT, keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan yang layak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam bentuk apapun.

Mengenal Lebih Dalam Ajaran Tauhid
Image just for illustration

Pemahaman yang benar tentang Tauhid sangat krusial. Ia bukan sekadar mengakui bahwa Tuhan itu satu, melainkan pengakuan yang meresap dalam setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Ini adalah pilar pertama dari Rukun Islam, yang diikrarkan melalui syahadat: “La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”, yang artinya “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.” Bagian pertama syahadat inilah yang secara langsung menegaskan ajaran Tauhid.

Apa Itu Tauhid?

Secara etimologis, kata “Tauhid” berasal dari bahasa Arab, dari kata dasar wahhada, yang berarti menjadikan sesuatu itu satu. Ini berakar pada kata wahid atau ahad yang berarti satu. Jadi, secara bahasa, Tauhid mengandung makna menjadikan satu atau mengesakan.

Namun, dalam konteks syariat Islam, Tauhid punya makna yang lebih dalam. Tauhid adalah keyakinan yang teguh bahwa Allah SWT itu Esa dalam Dzat-Nya, dalam Rububiyah-Nya, dalam Uluhiyah-Nya, dan dalam Asma’ wa Sifat-Nya. Ini berarti mengesakan Allah dalam seluruh perkara yang menjadi kekhususan bagi-Nya.

Ajaran ini mengharuskan seorang Muslim untuk meyakini, mengucapkan, dan mengamalkan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya Tuhan yang berhak atas segala bentuk ibadah. Tidak ada yang berhak disembah selain Dia, dan tidak ada yang serupa atau sebanding dengan Dia dalam hal apapun.

Mengapa Tauhid Begitu Penting?

Tauhid menduduki posisi yang paling fundamental dalam Islam. Tanpa Tauhid yang benar, seluruh amal ibadah seseorang bisa menjadi sia-sia di hadapan Allah SWT. Mengapa demikian?

Pertama, Tauhid adalah tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran (QS. Ad-Dzariyat: 56), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (mengabdi) kepada-Ku.” Makna beribadah kepada-Ku di sini adalah meng-Esakan-Ku dalam ibadah, yaitu melaksanakan Tauhid.

Kedua, Tauhid adalah inti dakwah seluruh nabi dan rasul. Sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, misi utama mereka selalu sama: menyeru manusia untuk hanya menyembah Allah SWT dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan. Ini menunjukkan universalitas dan keabadian pesan Tauhid.

Ketiga, Tauhid adalah kunci masuk surga dan keselamatan dari neraka. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan La ilaha illallah dengan tulus dari hatinya, maka ia masuk surga.” Keikhlasan dalam mengucapkan kalimat Tauhid ini menunjukkan pemahaman dan pengamalan maknanya, yaitu mengesakan Allah dalam segala hal.

Keempat, Tauhid membebaskan manusia dari perbudakan terhadap selain Allah. Dengan Tauhid, seorang Muslim hanya bergantung, takut, berharap, dan mencintai Allah semata. Ini membebaskan dirinya dari ketakutan pada manusia, pada benda-benda, pada takhayul, atau pada kekuatan lain yang tidak memiliki kekuasaan hakiki.

Tiga Pilar Utama Tauhid

Untuk memahami Tauhid secara lebih komprehensif, para ulama biasanya membagi Tauhid menjadi tiga jenis berdasarkan objek pengesaan terhadap Allah. Pembagian ini bukan berarti memisah-misahkan Dzat Allah, melainkan untuk memudahkan pemahaman terhadap aspek-aspek keesaan-Nya. Ketiga pilar utama ini adalah: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma’ wa Sifat.

Tauhid Rububiyah: Mengakui Tuhan Sebagai Pencipta dan Pengatur

Tauhid Rububiyah adalah keyakinan bahwa hanya Allah SWT satu-satunya Pencipta, Pengatur, Pemelihara, Pemberi Rezeki, Pemberi Kehidupan, Pemberi Kematian, dan Penguasa Mutlak atas alam semesta beserta isinya. Dialah Rabb (Tuhan Pengatur) yang mengendalikan segala sesuatu tanpa sekutu.

Keyakinan ini secara naluriah seringkali diakui oleh banyak manusia, bahkan oleh sebagian orang yang tidak beriman secara penuh atau yang berbuat syirik dalam ibadah. Sebagai contoh, dalam Al-Quran (QS. Az-Zukhruf: 9), Allah berfirman, “Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Pasti mereka akan menjawab, ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui’.” Ini menunjukkan bahwa pengakuan Allah sebagai Pencipta (bagian dari Rububiyah) sudah ada pada diri mereka.

Namun, pengakuan terhadap Tauhid Rububiyah saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang Muslim sejati atau menyelamatkan dari neraka. Buktinya, Iblis pun mengakui Allah sebagai Rabb yang menciptakannya, tetapi dia ingkar dan sombong. Pengakuan ini harus diiringi dengan jenis Tauhid berikutnya.

Tauhid Uluhiyah: Hanya Beribadah Kepada Allah

Ini adalah pilar Tauhid yang paling penting dan merupakan inti dari perselisihan antara para nabi dan umatnya yang ingkar. Tauhid Uluhiyah (disebut juga Tauhid Ibadah atau Tauhid Ilahiyah) adalah keyakinan bahwa hanya Allah SWT satu-satunya Ilah (sesembahan) yang berhak disembah secara benar. Semua bentuk ibadah, baik yang lahiriah maupun batiniah, harus ditujukan hanya kepada-Nya.

Ibadah mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, berupa perkataan dan perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Contoh ibadah meliputi shalat, puasa, zakat, haji, berdoa, memohon pertolongan (istianah), meminta perlindungan (isti’adzah), tawakkal (berserah diri), cinta, takut, berharap, menyembelih kurban, bernazar, dan lain sebagainya.

Dalam Tauhid Uluhiyah, seorang Muslim meyakini bahwa tidak boleh ada satu pun dari bentuk ibadah tersebut yang dipalingkan kepada selain Allah, sekecil apapun. Menujukan salah satu bentuk ibadah ini kepada selain Allah (misalnya berdoa kepada orang mati, meminta rezeki kepada kuburan, takut kepada jimat melebihi takut kepada Allah) adalah bentuk kesyirikan yang menghancurkan Tauhid Uluhiyah. Inilah makna sebenarnya dari kalimat “La ilaha illallah” – Tidak ada sesembahan (Ilah) yang berhak disembah kecuali Allah.

Tauhid Asma’ wa Sifat: Mengenal Allah Melalui Nama dan Sifat-Nya

Tauhid Asma’ wa Sifat adalah keyakinan bahwa Allah SWT memiliki Nama-nama yang Husna (terbaik) dan Sifat-sifat yang Mulia, sebagaimana yang Dia tetapkan untuk Diri-Nya dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW yang shahih. Dalam meyakini nama dan sifat ini, seorang Muslim wajib menetapkannya tanpa penyimpangan (tahrif), tanpa penolakan (ta’til), tanpa mempertanyakan “bagaimana”-nya (takyif), dan tanpa menyerupakan dengan makhluk (tamtsil).

Artinya, kita meyakini Allah itu Maha Mendengar (As-Sami’), Maha Melihat (Al-Bashir), Maha Mengetahui (Al-‘Alim), Maha Pengasih (Ar-Rahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), memiliki Tangan, memiliki Wajah, Bersemayam di atas Arsy, dan sifat-sifat lainnya sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya kabarkan, dengan keyakinan bahwa sifat-sifat tersebut tidak serupa dengan sifat makhluk. Kita tidak boleh mengubah maknanya, menolaknya, membayangkan “bagaimana” bentuknya yang sesuai dengan Dzat Allah yang Maha Suci, atau menyamakannya dengan sifat makhluk.

Memahami Tauhid Asma’ wa Sifat membantu kita mengenal Allah dengan benar, menumbuhkan rasa kagum, cinta, takut, dan harap yang semakin dalam kepada-Nya. Ini juga menjadi landasan untuk berdoa dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah, sebagaimana firman Allah (QS. Al-A’raf: 180), “Dan Allah memiliki Asma’ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang indah itu…”

Lawan Kata Tauhid: Shirk

Memahami Tauhid menjadi lebih jelas ketika kita juga memahami kebalikannya, yaitu Shirk (syirik). Shirk adalah menyekutukan Allah SWT, yaitu menempatkan selain Allah pada kedudukan yang hanya layak bagi Allah. Shirk adalah dosa terbesar dan paling berbahaya dalam Islam, karena ia merupakan pelanggaran terhadap hak Allah yang paling utama, yaitu hak untuk di-Esakan dalam ibadah dan seluruh kekhususan-Nya.

Shirk bisa berupa Shirk Akbar (syirik besar), yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, seperti menyembah patung, berdoa kepada orang mati atau jin, meyakini ada kekuatan lain yang setara dengan Allah dalam menciptakan atau mengatur alam.

Ada juga Shirk Ashghar (syirik kecil), yang merupakan dosa besar namun tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam jika tidak disertai keyakinan yang batil. Contohnya adalah riya’ (beramal shaleh dengan tujuan dilihat dan dipuji manusia), bersumpah atas nama selain Allah, atau meyakini jimat membawa keberuntungan secara independen dari kehendak Allah. Meskipun kecil, syirik kecil ini bisa menjadi jembatan menuju syirik besar dan mengurangi pahala amal.

Bahaya syirik sangat besar. Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik jika pelakunya meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat darinya. Sebagaimana firman Allah (QS. An-Nisa’: 48), “Sungguh, Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.”

Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari

Bagaimana ajaran Tauhid ini mewujud dalam praktik sehari-hari seorang Muslim? Tauhid bukan hanya teori atau keyakinan di hati, tetapi harus tercermin dalam sikap, perkataan, dan perbuatan.

  1. Kebebasan Hakiki: Seorang yang bertauhid tidak akan menjadi budak dunia, harta, jabatan, atau manusia lain. Ia hanya tunduk kepada Allah, memberinya kebebasan jiwa yang luar biasa.
  2. Ketenangan Jiwa: Keyakinan bahwa segala sesuatu di tangan Allah membuat hati menjadi tenang. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur kepada Allah. Jika tertimpa musibah, ia bersabar dan tahu itu ketetapan Allah, serta berharap pertolongan hanya dari-Nya.
  3. Keberanian: Karena hanya takut kepada Allah, seorang Muslim yang bertauhid tidak akan gentar menghadapi kesulitan atau tekanan dari manusia, selama ia berada di jalan yang benar.
  4. Tawakkal yang Benar: Setelah berusaha sekuat tenaga, seorang Muslim bertawakkal (berserah diri) sepenuhnya kepada Allah, yakin bahwa apapun hasilnya adalah yang terbaik menurut kehendak-Nya. Tawakkal bukan berarti pasrah tanpa usaha.
  5. Ikhlas dalam Beramal: Setiap amal baik, sekecil apapun, dilakukan semata-mata karena mengharap ridha Allah, bukan pujian manusia. Ini adalah wujud Tauhid Uluhiyah dalam ibadah.
  6. Penghargaan terhadap Nikmat: Menyadari bahwa semua nikmat berasal dari Allah (Tauhid Rububiyah), menumbuhkan rasa syukur yang mendalam.
  7. Pemahaman terhadap Takdir: Menerima ketetapan baik dan buruk dari Allah (bagian dari Tauhid Rububiyah dan Asma wa Sifat seperti Al-Hakim - Maha Bijaksana) dengan lapang dada, sambil terus berusaha dan berdoa.

Tauhid menjadi kompas moral dan spiritual dalam kehidupan seorang Muslim. Ia membentuk karakter yang kuat, jujur, adil, dan bertanggung jawab, karena ia merasa selalu diawasi oleh Allah yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui (bagian dari Tauhid Asma’ wa Sifat).

Buah Manis Ajaran Tauhid

Mengamalkan ajaran Tauhid dengan benar mendatangkan banyak manfaat dan kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

  • Pengampunan Dosa: Tauhid adalah sebab terbesar diampuninya dosa. Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah berfirman, “Wahai anak Adam, sekiranya engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikitpun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh itu pula.” (HR. Tirmidzi).
  • Ketenangan Hati: Orang yang bertauhid memiliki hati yang kokoh dan tidak mudah goyah oleh urusan dunia, karena ia tahu segala sesuatu diatur oleh Allah.
  • Ringan dalam Beramal Shaleh: Ikhlas dalam beramal karena Tauhid menjadikan amal terasa ringan, bukan beban yang mengharapkan balasan dari manusia.
  • Kemudahan di Dunia: Allah seringkali memudahkan urusan bagi hamba-Nya yang benar-benar bertauhid dan bertawakkal kepada-Nya.
  • Masuk Surga: Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Tauhid adalah kunci utama menuju surga, jannah yang penuh kenikmatan abadi.

Mitos dan Kesalahpahaman tentang Tauhid

Terkadang, ajaran Tauhid disalahpahami oleh sebagian orang. Beberapa mitos yang perlu diluruskan:

  1. Tauhid berarti anti-ilmu pengetahuan: Justru sebaliknya, Tauhid mendorong umatnya untuk berpikir dan meneliti alam semesta (ciptaan Allah) untuk semakin mengenal keagungan dan kekuasaan Allah (Tauhid Rububiyah dan Asma wa Sifat). Banyak ayat Al-Quran yang memerintahkan untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam.
  2. Tauhid membuat kaku: Tauhid memberikan batasan-batasan yang jelas (haram/halal), tetapi dalam kerangka tersebut, Islam sangat luwes dan membolehkan banyak hal dalam muamalah (interaksi sosial) dan pencarian solusi atas masalah dunia, selama tidak melanggar prinsip dasar Tauhid.
  3. Tauhid hanya berarti tidak menyembah berhala: Ini adalah penyederhanaan yang keliru. Tauhid Uluhiyah mencakup semua bentuk ibadah, termasuk doa, tawakkal, cinta yang berlebihan kepada makhluk, atau takut kepada selain Allah melebihi takut kepada-Nya. Syirik modern bisa dalam bentuk menghambakan diri pada uang, kekuasaan, atau popularitas.
  4. Allah-nya umat Islam beda: Muslim meyakini bahwa Allah adalah nama Tuhan Yang Maha Esa dalam bahasa Arab, Dzat yang sama yang diyakini oleh para nabi terdahulu seperti Ibrahim, Musa, dan Isa (secara konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, terlepas dari perbedaan keyakinan lainnya seperti konsep Trinitas dalam Kristen). Ajaran Tauhid adalah pengesaan Dzat tersebut secara mutlak.

Tauhid dalam Praktik Ibadah

Setiap rukun Islam dan ibadah fundamental lainnya adalah perwujudan langsung dari ajaran Tauhid Uluhiyah.

  • Shalat: Gerakan berdiri, rukuk, sujud, dan duduk dalam shalat adalah ekspresi ketundukan mutlak hanya kepada Allah. Bacaan Al-Fatihah “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan) adalah inti Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah.
  • Puasa: Menahan diri dari makan, minum, dan syahwat dari fajar hingga maghrib dilakukan semata-mata karena ketaatan kepada perintah Allah. Ini melatih keikhlasan dan kesabaran demi Allah.
  • Zakat: Mengeluarkan sebagian harta yang diberikan oleh Allah (Tauhid Rububiyah) untuk membersihkan harta dan membantu sesama, semata-mata karena menaati perintah Allah dan mengharap ridha-Nya.
  • Haji: Seluruh ritual haji, mulai dari ihram, thawaf mengelilingi Ka’bah, sa’i antara Safa dan Marwah, hingga wukuf di Arafah, adalah peragaan simbolis ketaatan mutlak dan penyerahan diri kepada Allah, menjauhi segala bentuk syirik dan duniawi.

Semua ibadah ini menegaskan kembali bahwa hanya Allah yang berhak menerima ibadah, dan Dialah satu-satunya tujuan dari setiap amal.

Merangkum Inti Ajaran Tauhid

Pada akhirnya, ajaran Tauhid adalah pilar terpenting dalam kehidupan seorang Muslim. Ia adalah fondasi akidah yang kokoh, pembebas jiwa dari perbudakan, sumber ketenangan batin, dan kunci menuju kebahagiaan abadi di akhirat. Memahami dan mengamalkan Tauhid dalam segala aspek kehidupan adalah esensi dari keberislaman seseorang.

Ini bukan sekadar konsep teologis, melainkan jalan hidup yang memandu setiap langkah. Dari pengakuan lisan La ilaha illallah hingga perwujudan dalam setiap ibadah dan interaksi, Tauhid adalah benang merah yang menghubungkan seorang hamba dengan Sang Penciptanya, Rabb, Ilah, yang memiliki Asma’ul Husna dan Sifat-sifat yang sempurna.

Setelah membaca penjelasan ini, bagaimana pandangan Anda tentang ajaran Tauhid? Adakah hal lain yang ingin Anda ketahui atau diskusikan terkait Tauhid? Mari berbagi pandangan di kolom komentar!

Posting Komentar