Ius Sanguinis: Mengenal Asal Usul Kewarganegaraan Lebih Dalam

Kamu pasti pernah mendengar tentang istilah ius sanguinis ketika membicarakan masalah kewarganegaraan atau status hukum seseorang. Secara sederhana, ius sanguinis adalah prinsip penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan atau pertalian darah. Jadi, status kewarganegaraanmu ditentukan oleh siapa orang tuamu, bukan di mana kamu lahir.

nationality by blood
Image just for illustration

Prinsip ini mengakar kuat dalam sejarah banyak negara, terutama yang menekankan pentingnya garis keturunan dan identitas etnis. Jika orang tuamu adalah warga negara dari suatu negara yang menganut ius sanguinis, maka secara otomatis kamu juga dianggap sebagai warga negara dari negara tersebut, di mana pun kamu dilahirkan. Ini berbeda sekali dengan prinsip lainnya yang akan kita bahas nanti.

Definisi dan Konsep Dasar Ius Sanguinis

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ius sanguinis? Frasa ini berasal dari bahasa Latin, di mana ius berarti “hukum” dan sanguinis berarti “darah”. Jadi, secara harfiah, ius sanguinis adalah hukum darah. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang memperoleh kewarganegaraan dari orang tuanya.

Ini artinya, jika ayah dan/atau ibumu adalah warga negara X, maka kamu pun berhak atau otomatis menjadi warga negara X, meskipun kamu lahir di negara Y. Konsep ini sangat menekankan pada hubungan biologis atau kekeluargaan sebagai dasar penentuan status hukum seseorang di mata negara. Prinsip ini menjadi fondasi penting dalam hukum kewarganegaraan di banyak belahan dunia.

Implementasi ius sanguinis bisa bervariasi antar negara. Ada negara yang menerapkan prinsip ini secara unilateral, artinya hanya berdasarkan status kewarganegaraan salah satu orang tua (misalnya ayah atau ibu). Ada juga yang menerapkan secara bilateral, yaitu berdasarkan status kewarganegaraan kedua orang tua. Detail penerapannya bisa dipengaruhi oleh undang-undang atau konstitusi negara masing-masing.

Perbedaan Mendasar dengan Ius Soli

Selain ius sanguinis, ada prinsip penentuan kewarganegaraan lain yang sangat umum, yaitu ius soli. Kamu perlu tahu perbedaan keduanya karena keduanya adalah prinsip yang sangat bertolak belakang. Ius soli juga berasal dari bahasa Latin, di mana ius berarti “hukum” dan soli berarti “tanah” atau “wilayah”.

ius sanguinis versus ius soli
Image just for illustration

Prinsip ius soli menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Jadi, jika kamu lahir di wilayah negara Z yang menganut ius soli, maka kamu otomatis menjadi warga negara Z, terlepas dari apa kewarganegaraan orang tuamu. Ini sering disebut juga sebagai “hak tanah kelahiran” atau birthright citizenship.

Perbedaan Kunci:

  • Ius Sanguinis: Kewarganegaraan berdasarkan keturunan (darah).
  • Ius Soli: Kewarganegaraan berdasarkan tempat lahir (tanah).

Kedua prinsip ini memiliki sejarah dan filosofi yang berbeda. Ius sanguinis sering dikaitkan dengan negara-negara yang ingin menjaga homogenitas etnis atau budaya, serta negara-negara dengan tradisi kekeluargaan yang kuat. Sementara itu, ius soli lebih sering dianut oleh negara-negara imigran atau negara yang menekankan pentingnya asimilasi dan integrasi penduduk di wilayahnya.

Negara-negara yang Menganut Ius Sanguinis

Banyak negara di dunia yang menggunakan ius sanguinis sebagai prinsip utama atau salah satu prinsip dalam menentukan kewarganegaraan. Umumnya, negara-negara di Eropa Kontinental, Asia, dan sebagian Amerika Latin cenderung lebih condong ke prinsip ini, meskipun seringkali dikombinasikan dengan ius soli untuk situasi tertentu.

Contoh negara yang sangat kuat menerapkan ius sanguinis antara lain:

  • Jerman
  • Italia
  • Tiongkok
  • Jepang
  • Korea Selatan

Di negara-negara ini, jika orang tuamu bukan warga negara mereka, kemungkinan besar kamu tidak otomatis menjadi warga negara mereka meskipun lahir di sana, kecuali ada kondisi spesifik lainnya (misalnya, lahir dari orang tua tanpa kewarganegaraan atau lahir di wilayah teritorial negara yang tidak diakui). Sebaliknya, jika orang tuamu adalah warga negara mereka, kamu berhak mendapatkan kewarganegaraan mereka di mana pun kamu lahir.

world map countries ius sanguinis
Image just for illustration

Penting untuk dicatat bahwa banyak negara modern tidak menerapkan ius sanguinis atau ius soli secara murni 100%. Kebanyakan mengadopsi sistem campuran, di mana kedua prinsip ini berlaku dalam kondisi-kondisi tertentu. Ini dilakukan untuk mengatasi kompleksitas masalah kewarganegaraan di era globalisasi dengan mobilitas penduduk yang tinggi.

Keunggulan Menerapkan Ius Sanguinis

Penerapan ius sanguinis tentu memiliki beberapa keunggulan, baik bagi negara maupun individu. Salah satu keunggulan utamanya adalah memperkuat ikatan budaya dan identitas nasional. Dengan mendasarkan kewarganegaraan pada keturunan, negara dapat mempertahankan karakteristik demografi dan budaya yang dianggap penting. Ini bisa menjadi cara untuk menjaga warisan budaya dan bahasa dari generasi ke generasi, terutama dalam komunitas diaspora.

Kedua, ius sanguinis memudahkan penentuan kewarganegaraan bagi anak-anak yang lahir di luar negeri. Jika orang tua bepergian, bekerja, atau tinggal di negara lain, anak yang lahir di sana tetap bisa mendapatkan kewarganegaraan orang tuanya. Ini memberikan kepastian hukum bagi keluarga yang sering berpindah-pindah negara, memastikan anak tidak menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan) hanya karena tempat lahirnya.

Ketiga, prinsip ini bisa meningkatkan rasa kebersamaan dan loyalitas di antara warga negara. Karena kewarganegaraan didasarkan pada garis keturunan yang sama, muncul rasa memiliki terhadap bangsa dan negara yang lebih kuat. Ini bisa berkontribusi pada stabilitas sosial dan politik, meskipun di sisi lain juga bisa menimbulkan isu eksklusi.

Keunggulan lain adalah kesederhanaan dalam banyak kasus. Selama status kewarganegaraan orang tua jelas, penentuan kewarganegaraan anak menjadi relatif mudah. Tidak perlu verifikasi tempat lahir yang rumit atau persyaratan domisili tertentu.

Kelemahan Penerapan Ius Sanguinis

Meskipun memiliki keunggulan, ius sanguinis juga tidak luput dari kelemahan dan kritik. Salah satu kelemahan paling signifikan adalah potensi diskriminasi dan eksklusi. Anak yang lahir dan besar di suatu negara namun orang tuanya bukan warga negara tersebut mungkin tidak akan pernah mendapatkan kewarganegaraan negara tempat ia lahir, meskipun ia tidak pernah tinggal di negara asal orang tuanya dan hanya mengenal budaya lokal.

disadvantages ius sanguinis
Image just for illustration

Ini bisa menciptakan generasi penduduk permanen tanpa hak politik penuh atau bahkan status yang tidak jelas, meskipun mereka telah berkontribusi pada masyarakat. Dalam konteks negara-negara dengan tingkat imigrasi tinggi, hal ini bisa menjadi masalah sosial yang serius, menciptakan kesenjangan antara warga negara dan non-warga negara yang sudah lama tinggal.

Kelemahan lainnya adalah risiko statelessness (tanpa kewarganegaraan). Jika orang tua memiliki kewarganegaraan dari negara yang tidak menganut ius sanguinis atau ada masalah dengan bukti keturunan, atau negara asal orang tua menolak memberikan kewarganegaraan kepada anak yang lahir di luar negeri, anak tersebut bisa berakhir tanpa kewarganegaraan sama sekali. Ini adalah isu serius yang diupayakan penyelesaiannya oleh komunitas internasional.

Terakhir, ius sanguinis bisa menjadi rumit dalam kasus perkawinan campuran antarwarga negara berbeda atau jika status hukum orang tua tidak jelas. Menentukan siapa yang berhak memberikan kewarganegaraan bisa memerlukan proses hukum yang kompleks dan memakan waktu.

Implementasi Ius Sanguinis di Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Sistem kewarganegaraan Indonesia menganut sistem campuran, yang artinya tidak murni ius sanguinis dan tidak murni ius soli. Namun, prinsip ius sanguinis sangat dominan dalam undang-undang kewarganegaraan kita.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, salah satu cara utama untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah melalui kelahiran dari orang tua Warga Negara Indonesia (WNI). Pasal 4 UU tersebut secara jelas menyebutkan bahwa anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI adalah WNI. Ini adalah penerapan murni dari prinsip ius sanguinis.

Indonesian passport and flag
Image just for illustration

Undang-undang ini juga mengakui kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak-anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak yang lahir dari perkawinan campuran (ayah WNI dan ibu WNA, atau sebaliknya) sampai usia 18 tahun. Setelah usia 18 tahun atau menikah, anak tersebut harus memilih salah satu kewarganegaraan. Ini menunjukkan adanya fleksibilitas untuk mencegah statelessness atau kewarganegaraan ganda permanen yang tidak diakui.

Meskipun ius sanguinis dominan, UU Kewarganegaraan Indonesia juga memasukkan unsur ius soli dalam kasus-kasus spesifik, misalnya anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia dan pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan orang tuanya. Ini menunjukkan pendekatan pragmatis dalam mengatasi berbagai kemungkinan skenario kelahiran.

Dampak Ius Sanguinis dalam Kehidupan Modern

Di era globalisasi seperti sekarang, mobilitas penduduk sangat tinggi. Orang bepergian, bekerja, dan bahkan menetap di negara lain dengan mudah. Kondisi ini membuat penerapan prinsip ius sanguinis menjadi semakin kompleks dan memiliki dampak signifikan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu dampak utamanya adalah munculnya isu kewarganegaraan ganda (bipatride) atau bahkan tanpa kewarganegaraan (apatride). Misalnya, jika seorang anak lahir di negara yang menganut ius soli (seperti Amerika Serikat) dari orang tua yang menganut ius sanguinis (seperti Indonesia), anak tersebut berpotensi memiliki kewarganegaraan ganda. Ia berhak menjadi warga negara AS karena lahir di sana, dan juga berhak menjadi warga negara Indonesia karena keturunan.

global migration issues
Image just for illustration

Sebaliknya, jika seorang anak lahir di negara yang murni ius sanguinis dari orang tua yang juga berasal dari negara murni ius sanguinis yang berbeda, anak tersebut bisa terancam tanpa kewarganegaraan jika negara tempat lahir tidak memberikannya kewarganegaraan berdasarkan tempat lahir, dan negara asal orang tua juga memiliki persyaratan ketat untuk memberikan kewarganegaraan kepada anak yang lahir di luar negeri.

Ius sanguinis juga memengaruhi hak dan kewajiban individu di negara tempat mereka tinggal. Seseorang yang tinggal permanen di suatu negara selama puluhan tahun namun tidak memiliki kewarganegaraan negara tersebut (karena tidak memiliki keturunan dari sana) mungkin tidak memiliki hak pilih, tidak bisa bekerja di sektor publik tertentu, atau bahkan menghadapi masalah keimigrasian jika status tinggalnya tidak diperbarui.

Baca Juga: loading

Studi Kasus Singkat: Jerman dan Perubahan Prinsip

Jerman adalah salah satu contoh negara yang secara historis sangat kuat menganut prinsip ius sanguinis. Identitas Jerman sangat terkait dengan etnisitas dan keturunan. Selama beberapa dekade pasca-Perang Dunia II, bahkan keturunan imigran generasi kedua atau ketiga yang lahir di Jerman tidak otomatis menjadi warga negara Jerman jika orang tua mereka bukan warga negara Jerman. Mereka dianggap sebagai “orang asing” meskipun hanya mengenal Jerman sebagai tanah air mereka.

Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk imigran dan kebutuhan integrasi, Jerman melakukan reformasi hukum kewarganegaraan pada tahun 2000. Reformasi ini memperkenalkan elemen ius soli. Anak-anak yang lahir di Jerman dari orang tua asing kini dapat memperoleh kewarganegaraan Jerman secara otomatis jika setidaknya salah satu orang tua telah tinggal secara legal di Jerman selama jangka waktu tertentu (misalnya, 8 tahun) dan memiliki izin tinggal permanen.

German citizenship reforms
Image just for illustration

Reformasi ini menunjukkan bahwa bahkan negara-negara dengan tradisi ius sanguinis yang kuat pun dapat beradaptasi dengan realitas demografis dan sosial modern. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi integrasi imigran dan keturunan mereka, serta mengurangi jumlah penduduk yang tinggal permanen tanpa kewarganegaraan atau dengan status yang tidak pasti. Ini adalah contoh bagaimana prinsip kewarganegaraan bisa berkembang seiring waktu.

Bagaimana Ius Sanguinis Berinteraksi dengan Ius Soli (Sistem Campuran)

Sebagian besar negara di dunia modern mengadopsi sistem kewarganegaraan campuran. Ini berarti mereka menggabungkan prinsip ius sanguinis dan ius soli dalam hukum mereka, menerapkan satu prinsip dalam situasi tertentu dan prinsip lainnya dalam situasi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem yang lebih komprehensif dan mampu menangani berbagai skenario kelahiran dan keturunan di era globalisasi.

Dalam sistem campuran, ius sanguinis biasanya tetap menjadi dasar utama penentuan kewarganegaraan. Namun, ius soli seringkali diterapkan sebagai “jaring pengaman” untuk mencegah statelessness atau untuk memfasilitasi integrasi.

mixed citizenship system
Image just for illustration

Contoh interaksi keduanya:

  • Negara A (dominan ius sanguinis dengan unsur ius soli terbatas): Anak dari orang tua A adalah warga negara A di mana pun lahir (ius sanguinis). Anak yang lahir di negara A dari orang tua asing tidak otomatis menjadi warga negara A, KECUALI jika orang tuanya telah tinggal legal selama X tahun (ius soli terbatas).
  • Negara B (dominan ius soli dengan unsur ius sanguinis terbatas): Anak yang lahir di negara B adalah warga negara B di mana pun orang tuanya berasal (ius soli). Namun, anak dari warga negara B yang lahir di luar negeri JUGA bisa mendapatkan kewarganegaraan B jika dilaporkan atau didaftarkan sesuai prosedur (ius sanguinis terbatas).

Indonesia, seperti yang dijelaskan sebelumnya, termasuk dalam kategori pertama, di mana ius sanguinis adalah prinsip utama, namun ada ketentuan ius soli terbatas untuk kasus-kasus tertentu. Sistem campuran ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan antara ikatan darah/keturunan dan ikatan teritorial/tempat lahir dalam menentukan status kewarganegaraan.

Proses Menentukan Kewarganegaraan dalam Sistem Ius Sanguinis

Menentukan kewarganegaraan berdasarkan ius sanguinis kelihatannya mudah, cukup lihat siapa orang tuanya. Namun, dalam praktiknya, prosesnya bisa melibatkan beberapa langkah dan persyaratan, tergantung pada negara dan situasi spesifik.

Secara umum, prosesnya dimulai dengan pembuktian hubungan orang tua dan anak. Ini biasanya dilakukan melalui akta kelahiran atau dokumen resmi lainnya yang mencantumkan nama orang tua. Status kewarganegaraan orang tua pada saat kelahiran anak juga harus jelas.

legal documentation citizenship
Image just for illustration

Jika anak lahir di luar negeri, orang tua biasanya perlu melaporkan kelahiran anak tersebut ke perwakilan diplomatik negara asal mereka (kedutaan besar atau konsulat). Pelaporan ini menjadi dasar pencatatan sipil anak di negara asal orang tua dan pengakuan kewarganegaraan anak secara resmi.

Beberapa negara penganut ius sanguinis mungkin memiliki persyaratan tambahan, seperti pendaftaran dalam jangka waktu tertentu setelah kelahiran, sumpah setia, atau bahkan persyaratan bahwa salah satu atau kedua orang tua harus memiliki status kewarganegaraan aktif (tidak dicabut atau hilang).

Dalam kasus perkawinan campuran, anak yang memiliki hak atas dua kewarganegaraan (dari ayah dan ibu yang berbeda negara) mungkin akan dihadapkan pada kewajiban memilih salah satu kewarganegaraan setelah mencapai usia dewasa (misalnya, 18 atau 21 tahun), seperti yang berlaku di Indonesia. Proses ini melibatkan prosedur administratif untuk melepaskan salah satu kewarganegaraan.

Fakta Menarik Seputar Ius Sanguinis

Ada beberapa fakta menarik seputar penerapan ius sanguinis yang mungkin belum banyak diketahui:

  1. Pengaruh Sejarah: Prinsip ius sanguinis banyak berkembang di Eropa pada abad ke-19, terkait dengan munculnya negara-bangsa yang identitasnya kuat berbasis etnis dan budaya. Berbeda dengan ius soli yang lebih tua dan terkait dengan sistem feodal di mana loyalitas diikat pada penguasa wilayah (tanah).
  2. Kasus Orang Tanpa Negara: Salah satu kasus paling kompleks yang muncul dari penerapan ius sanguinis adalah nasib orang-orang Romani (Gipsi) di Eropa. Karena mereka sering berpindah-pindah dan identitas mereka tidak terikat pada satu wilayah, seringkali sulit bagi mereka untuk membuktikan garis keturunan yang diakui oleh suatu negara, menyebabkan banyak yang tanpa kewarganegaraan.
  3. Olah Raga dan Ius Sanguinis: Dalam dunia olah raga internasional, aturan kelayakan bermain untuk tim nasional sering kali menggabungkan ius sanguinis dan ius soli. Seorang atlet bisa memenuhi syarat jika ia lahir di negara tersebut (ius soli), atau jika orang tuanya atau bahkan kakek/neneknya berasal dari negara tersebut (ius sanguinis).
  4. Kewarganegaraan Melalui Nenek Moyang: Beberapa negara dengan populasi diaspora besar bahkan memungkinkan keturunan warganya yang lahir di luar negeri untuk mengklaim kewarganegaraan berdasarkan kakek/nenek atau bahkan moyang yang lebih jauh, asalkan bisa membuktikan garis keturunan dan memenuhi syarat lainnya. Irlandia dan Israel adalah contoh negara yang memiliki ketentuan semacam ini.

interesting facts citizenship
Image just for illustration

Fakta-fakta ini menunjukkan betapa kompleks dan beraneka ragamnya penerapan prinsip ius sanguinis di seluruh dunia, serta bagaimana prinsip ini berinteraksi dengan berbagai aspek kehidupan.

Tips Memahami Status Kewarganegaraan Anda

Memahami status kewarganegaraanmu itu penting, apalagi jika kamu lahir di luar negeri, punya orang tua dengan kewarganegaraan berbeda, atau berencana tinggal/bekerja di negara lain. Berikut beberapa tips sederhana:

  1. Pelajari Hukum Negara Orang Tuamu: Jika orang tuamu berasal dari negara yang menerapkan ius sanguinis, cari tahu undang-undang kewarganegaraan di negara tersebut. Perhatikan syarat-syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui keturunan, terutama jika kamu lahir di luar negeri.
  2. Perhatikan Tempat Lahirmu: Jika kamu lahir di negara yang menganut ius soli, periksa apakah kelahirmu di sana secara otomatis memberimu kewarganegaraan negara tersebut. Aturan ini bisa bervariasi, jadi pastikan untuk mencari informasi yang spesifik.
  3. Simpan Dokumen Penting: Pastikan kamu menyimpan dokumen-dokumen penting seperti akta kelahiran (baik dari negara tempat lahir maupun yang dicatat di negara asal orang tua), akta perkawinan orang tua, dan dokumen kewarganegaraan orang tua. Dokumen-dokumen ini adalah bukti kunci untuk mengklaim atau membuktikan status kewarganegaraanmu.
  4. Konsultasi Jika Ragu: Masalah kewarganegaraan bisa sangat rumit. Jika kamu tidak yakin tentang statusmu atau hak-hakmu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli hukum imigrasi atau kewarganegaraan, atau menghubungi kedutaan besar/konsulat negara terkait.

tips understanding nationality
Image just for illustration

Memahami prinsip ius sanguinis dan ius soli adalah langkah awal yang baik untuk mengetahui bagaimana status kewarganegaraanmu ditentukan. Selalu proaktif dalam mengurus dokumen dan memahami hak serta kewajibanmu sebagai warga negara (atau non-warga negara dengan status tinggal di suatu negara).

Jadi, secara garis besar, ius sanguinis adalah prinsip kewarganegaraan yang kuat di banyak negara, mendasarkan status hukum seseorang pada ikatan darah dari orang tua. Meskipun punya kelebihan dalam menjaga identitas dan memberikan kepastian bagi diaspora, ia juga punya tantangan terkait eksklusi dan risiko statelessness. Indonesia sendiri mengadopsi prinsip ini secara dominan dalam sistem kewarganegaraannya.


Nah, sekarang kamu sudah paham kan apa itu ius sanguinis dan bedanya dengan ius soli? Gimana pendapatmu tentang prinsip ini? Apakah kamu pernah punya pengalaman terkait penentuan kewarganegaraan? Yuk, bagikan ceritamu di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar